KOTAMOBAGU – Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu menjatuhkan vonis bersalah kepada FM, penyewa ruko milik Pemkot Kotamobagu di Pasar 23 Maret.
FM dinyatakan melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah karena menunggak retribusi selama 13 bulan, dengan total tunggakan Rp13 juta.
Sidang perdana pada Kamis (26/6/2025) mendapat perhatian publik. Penuntut Umum dari Satpol PP Kotamobagu mendakwa FM melanggar Pasal 64 ayat (4) dan Pasal 103 Perda No. 1 Tahun 2024 karena tidak membayarkan retribusi dari Mei 2024 hingga Mei 2025.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Selama periode Mei 2024 hingga Mei 2025, terdakwa tidak membayarkan retribusi penggunaan ruko yang merupakan aset daerah,” ungkap Penuntut Umum.
Pemkot Kotamobagu telah melayangkan tiga surat teguran sebelum menempuh jalur hukum.
Kepala Satpol PP Kotamobagu, Sahaya Mokoginta, menjelaskan bahwa langkah hukum diambil karena teguran tidak diindahkan.
“Kami sudah mengirimkan tiga surat teguran resmi, namun tidak direspons. Karena itu, kami melanjutkan ke proses hukum demi penegakan aturan dan memberikan efek jera,” ujarnya. Langkah hukum diambil untuk penegakan aturan dan efek jera.
Empat saksi dari Dinas Perdagangan, BPKD, dan Satpol PP memperkuat dakwaan.
Sidang sempat diskors untuk mediasi Restorative Justice, dengan FM mengajukan permohonan mencicil tunggakan, namun ditolak Dinas Perdagangan.
“Kami menghormati niat baik, namun aturan tetap harus ditegakkan,” tegas perwakilan Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM. Permohonan mencicil tunggakan ditolak, aturan tetap harus ditegakkan.
Majelis Hakim menyatakan FM bersalah dan menjatuhkan denda Rp26 juta (dua kali lipat tunggakan) dan hukuman kurungan tiga bulan yang ditangguhkan.
Hukuman kurungan ditangguhkan dengan syarat FM membayar Rp8 juta tahun ini dan Rp5 juta paling lambat 30 Juli 2025.
Jika kewajiban tidak dipenuhi, Jaksa Penuntut Umum akan mengeksekusi putusan.
Pemkot Kotamobagu menegaskan keseriusan dalam menegakkan aturan daerah dan mengoptimalkan PAD.
Tim penuntut umum terdiri dari Sahaya Mokoginta, Bambang S. Dachlan, dan Youldy N. Kahiking. ***